Masjid adalah rumah Allah, tempat yang paling Allah cintai. Allah ta’ala berfirman:

فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ

“Di dalam rumah-rumah (Allah) yang Allah izinkan untuk ditinggikan bangunannya, dan di dalamnya disebut nama Allah serta disucikan nama-Nya di pagi hari dan sore hari” (QS. An Nur: 36).

Dalam sebuah hadits, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أَحَبُّ البِلَادِ إلى اللهِ مَسَاجِدُهَا، وَأَبْغَضُ البِلَادِ إلى اللهِ أَسْوَاقُهَا

“Tempat yang paling dicintai oleh Allah adalah masjid. Tempat yang paling dibenci oleh Allah adalah pasar” (HR. Muslim no. 671).

Masjid juga termasuk diantara syiar-syiar Islam yang diperintahkan untuk diagungkan. Allah ta’ala berfirman:

وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَآءِرَ اللهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوْبِ

Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati” (QS. Al-Hajj: 32).

Maka ada beberapa adab yang perlu diperhatikan terkait dengan masjid. Diantaranya:

1. Membaca doa masuk masjid ketika masuk masjid

Sebagaimana hadits dari Fathimah radhiallahu’anha:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا دخل المسجد صلى على محمد وسلم ، وقال : رب اغفر لي ذنوبي ، وافتح لي أبواب رحمتك

Biasanya, ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam masuk ke dalam masjid beliau bershalawat kemudian mengucapkan: Rabbighfirli Dzunubi Waftahli Abwaaba Rahmatik (Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku, dan bukalah untukku pintu-pintu Rahmat-Mu)” (HR. At Tirmidzi, 314. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi).

2. Membaca doa keluar masjid ketika keluar dari Masjid

Sebagaimana kelanjutan hadits dari Fathimah radhiallahu’anha:

وإذا خرج صلى على محمد وسلم ، وقال : رب اغفر لي ذنوبي وافتح لي أبواب فضلك

“Dan ketika beliau keluar dari masjid, beliau bershalawat lalu mengucapkan: Rabbighfirli Dzunubi, Waftahlii Abwaaba Fadhlik (Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku, dan bukalah untukku pintu-pintu keutamaan-Mu)” (HR. At Tirmidzi, 314. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi).

3. Mendahulukan kaki kanan ketika masuk dan kaki kiri ketika keluar

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

مِنَ السُّنَّةِ إِذَا دَخَلْتَ الْمَسْجِدَ أَنْ تَبْدَأَ بِرِجْلِكَ الْيُمْنَى، وَإِذَا خَرَجْتَ أَنْ تَبْدَأَ بِرِجْلِكَ الْيُسْرَى

“Termasuk sunnah Nabi, jika engkau masuk masjid hendaknya engkau mendahulukan kaki kanan. Dan jika engkau keluar dari masjid, hendaknya engkau mendahulukan kaki kiri.” (HR. Al-Hakim, no.791. Dihasankan oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no.2478).

4. Menutup aurat dan berhias ketika berada di masjid

Allah Ta’ala berfirman:

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ

“Wahai manusia, gunakanlah perhiasanmu ketika memasuki setiap masjid” (QS. Al A’raf: 31)

Syaikh As Sa’di menjelaskan:

أي: استروا عوراتكم عند الصلاة كلها، فرضها ونفلها، فإن سترها زينة للبدن، كما أن كشفها يدع البدن قبيحا مشوها. ويحتمل أن المراد بالزينة هنا ما فوق ذلك من اللباس النظيف الحسن

“Maksudnya: tutuplah aurat kalian ketika shalat, baik shalat wajib atau pun shalat sunnah. Karena dengan menutup aurat, itu menghiasi badan, sebagaimana jika membiarkannya terbuka itu memperburuk tampilan. Dan ayat ini juga mengandung makna yang lebih dari itu, az ziinah dalam ayat ini bisa bermakna pakaian yang baik dan bersih” (Tafsir As Sa’di).

5. Hilangkan bau-bau yang tidak sedap sebelum ke masjid

Karena bau-bau yang tidak sedap akan mengganggu orang lain yang sedang beribadah. Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ أَكَلَ الْبَصَلَ، وَالثُّومَ، وَالْكُرَّاثَ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا، فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ بَنُو آدَمَ

“Barangsiapa yang makan bawang putih atau bawang merah atau daun bawang, maka jangan dekati masjid kami. Karena para Malaikat terganggu dengan hal-hal yang bisa mengganggu manusia” (HR. Bukhari no.855, Muslim no.564).

Tidak terbatas pada bau makanan di atas, namun semua yang berbau hendaknya dihilangkan seperti bau badan, bau rokok, bau keringat, dan semisalnya.

6. Hendaknya membanyak dzikir dan doa kepada Allah di dalam Masjid

Allah Ta’ala berfirman:

فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ

“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang” (QS. An Nur: 36).

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إنَّما بُنِيَ هذا البَيتُ لذِكرِ اللهِ والصَّلاةِ

“Sesungguhnya masjid ini adalah untuk berdzikir kepada Allah dan untuk shalat” (HR. Ibnu Hibban no. 985, dishahihkan Al Albani dalam Irwaul Ghalil 1/190).

Maka ketika berada di masjid perbanyak aktifitas ibadah dan perbanyak ingat akhirat.

Masjid juga merupakan tempat yang mustajab untuk berdoa. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan:

وأما زيارة القبور للتبرك بها واعتقاد أن الدعاء عندها مجاب فإن هذا بدعة وحرام ولا يجوز؛ لأن ذلك لم يثبت لا في القرآن ولا في السنة أن محل القبور أطيب وأعظم بركة وأقرب لإجابة الدعاء. وعلى هذا فلا يجوز قصد القبور بهذا الغرض، ولا ريب أن المساجد خير من المقبرة وأقرب إلى إجابة الدعاء وإلى حضور القلب وخشوعه

“Adapun ziarah kubur untuk ngalap berkah dengan kuburan atau berkeyakinan bahwa berdoa di sisi kuburan lebih mustajab, ini adalah bid’ah dan haram hukumnya, tidak diperbolehkan. Karena perbuatan seperti ini tidak terdapat dalil shahih dari Al-Qur’an ataupun As-Sunnah yang menunjukkan bahwa kuburan itu lebih baik dan lebih besar berkahnya atau lebih besar kemungkinan diijabahnya doa. Oleh karena itu maka tidak diperbolehkan bersengaja untuk ke kuburan untuk tujuan demikian. Dan tidak diragukan lagi bahwa masjid lebih baik daripada kuburan dan lebih besar kemungkinannya doa dikabulkan di sana ketika berdoa dengan hati yang hadir dan khusyuk” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, rekaman no.87).

7. Jauhkan diri dari perkara maksiat dan juga hendaknya tidak menyibukkan diri dengan perkara duniawi di masjid

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

سيكونُ في آخرِ الزمانِ قومٌ يَجْلِسونَ في المساجدِ حِلَقًا حِلَقًا أمامَهم الدنيا فلا تُجَالِسُوهُم فإنَّهُ ليسَ للهِ فيهم حاجَةٌ

“Akan ada di akhir zaman, kaum yang duduk di masjid membuat halaqah-halaqah, namun pembicaraan utama mereka adalah masalah dunia. Maka jangan duduk bersama mereka, karena Allah tidak butuh kepada mereka” (HR. Ibnu Hibban no.6761, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 1163).

Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan hadits ini:

التحدث في المساجد إذا كان في أمور الدنيا والتحدث بين الإخوان والأصحاب في أمور دنياهم إذا كان قليلاً لا حرج فيه إن شاء الله، أما إذا كثر يكره

“Bicara di masjid mengenai urusan duniawi di antara saudara-saudara sesama Muslim, jika hanya sedikit saja, maka tidak mengapa insyaAllah. Namun jika terlalu banyak maka makruh”.

Dan perbuatan maksiat, dosanya dilipat-gandakan jika dilakukan di tempat yang mulia seperti masjid, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:

المعاصي في الأيام المفضلة والأمكنة المفضلة تُغلَّظُ وعقابها بقدر فضيلة الزمان والمكان

“Maksiat yang dilakukan pada hari-hari yang memiliki keutamaan atau pada tempat-tempat yang memiliki keutamaan itu dilipat-gandakan dosanya. Kadar lipat ganda dosanya itu sesuai dengan kadar keutamaan waktunya atau tempatnya tadi” (Majmu’ Al Fatawa, 34/180).

8. Tidak boleh mengumumkan barang hilang di dalam masjid

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ سَمِعَ رَجُلًا يَنْشُدُ ضَالَّةً فِي الْمَسْجِدِ فَلْيَقُلْ : لَا رَدَّهَا اللَّهُ عَلَيْكَ ؛ فَإِنَّ الْمَسَاجِدَ لَمْ تُبْنَ لِهَذَا

“Barangsiapa yang mendengar seseorang mengumumkan barang hilang di masjid, maka katakanlah kepadanya: semoga Allah tidak mengembalikan barang tersebut kepadamu. Karena masjid tidak dibangun untuk itu” (HR. Muslim no.568).

Dari Buraidah radhiallahu’anhu, ia berkata:

أَنَّ رَجُلًا نَشَدَ فِي الْمَسْجِدِ فَقَالَ : مَنْ دَعَا إِلَى الْجَمَلِ الْأَحْمَرِ ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( لَا وَجَدْتَ ؛ إِنَّمَا بُنِيَتْ الْمَسَاجِدُ لِمَا بُنِيَتْ لَهُ ) .

“Pernah ada seseorang di masjid, ia berkata: siapa yang bisa menunjukkan untaku yang berwarna merah? Maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: semoga untamu tidak ditemukan, sesungguhnya masjid-masjid tidak dibangun untuk itu.” (HR. Muslim no.569).

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, ia berkata:

جاء رجل ينشد ضالة في المسجد فقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم:((لا وجدت))

Datang seseorang yang mengumumkan barang hilangnya di masjid. Maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: semoga tidak ditemukan.” (HR. An Nasa-i no.716, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i).

Dari Abdullah bin ‘Amr radhiallahu’anhu, ia berkata:

نهى عن الشراء والبيع في المسجد، وأن تنشد فيه ضالة، وأن ينشد فيه شعر، ونهى عن التحلق قبل الصلاة يوم الجمعة

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melarang jual-beli di masjid, melarang mengumumkan barang hilang di masjid, melarang melantunkan sya’ir di masjid, dan melarang membuat halaqah sebelum shalat Jum’at di masjid.” (HR. Abu Daud no.1079, dihasankan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Jika ingin mengumumkan barang hilang, maka lakukanlah di luar masjid, atau sampaikan kepada orang satu-per-satu tanpa meninggikan suara.

9. Hendaknya tidak berteriak-teriak atau meninggikan suara di masjid

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ألا إن كلكم مناج ربه فلا يؤذين بعضكم بعضاً، ولا يرفع بعضكم على بعض في القراءة

“Ketahuilah sesungguhnya setiap kalian sedang bermunajat kepada Rabb-nya, maka jangan saling mengganggu satu sama lain, dan jangan meninggikan suara satu sama lain dalam membaca (Al Qur’an)” (HR. Abu Daud no. 1332, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).

Jika meninggikan suara untuk membaca Al Qur’an saja dilarang oleh Rasulullah, maka bagaimana lagi meninggikan suara untuk shalawatan, pujian-pujian, demikian juga tertawa terbahak-bahak dan meninggikan suara ketika berbicara dengan orang lain.

10. Shalat tahiyyatul masjid ketika memasuki masjid

Hendaknya tidak duduk dulu di masjid sebelum mengerjakan shalat. Dari Abu Qatadah As Sulami radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ، فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يَرْكَعَ رَكْعَتَيْنِ

“Jika kalian masuk masjid, maka janganlah duduk sebelum shalat dua rakaat” (HR. Bukhari no. 444, Muslim no. 714).

Shalat tersebut disebut dengan shalat tahiyyatul masjid. Anjuran ini juga terlaksana jika seseorang melaksanakan shalat yang lain, karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melarang duduk di masjid sebelum shalat secara mutlaq. Maka shalat apapun yang dikerjakan sudah menggugurkan larangan ini.

Sebagian ulama mengatakan shalat tahiyyatul masjid hukumnya wajib. Karena hadits-hadits di atas menggunakan bentuk perintah dan larangan duduk sebelum shalat dua rakaat.

Diantara yang berpendapat demikian adalah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Syaikh Muqbil bin Hadi, Syaikh Muhammad Ali Farkus, dan ulama lainnya.

Namun jumhur ulama berpendapat bahwa shalat tahiyyatul masjid hukumnya sunnah muakkadah. Berdasarkan beberapa dalil diantaranya hadits Dhimam bin Tsa’labah radhiallahu’anhu, tentang seorang badui yang bertanya kepada Nabi:

فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنِ الإِسْلَامِ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي اليَوْمِ وَاللَّيْلَةِ»، فَقَالَ: «هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا؟» قَالَ: «لَا، إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ»

“Dia bertanya kepada Nabi tentang Islam. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab: shalat 5 waktu sehari-semalam. Orang tadi bertanya lagi: apakah ada lagi shalat yang wajib bagiku? Nabi menjawab: tidak ada, kecuali engkau ingin shalat sunnah” (HR. Bukhari no. 47, Muslim no. 11).

Ini adalah pendapat ulama 4 madzhab dan juga dikuatkan oleh Syaikh Ibnu Al Utsaimin, Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Shalih Al Fauzan, Al Lajnah Ad Daimah. Bahkan ternukil ijma dari beberapa ulama. Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan:

وَاتَّفَقَ أَئِمَّة الْفَتْوَى عَلَى أَنَّ الْأَمْر فِي ذَلِكَ لِلنَّدْبِ, وَنَقَلَ اِبْن بَطَّالٍ عَنْ أَهْل الظَّاهِر الْوُجُوب, وَاَلَّذِي صَرَّحَ بِهِ اِبْن حَزْم عَدَمه

“Para imam fatwa telah bersepakat bahwa perintah dalam hadits-hadits ini maksudnya penganjuran. Ibnu Bathal menukil pendapat dari madzhab Zhahiri bahwa mereka berpendapat hukumnya wajib, yang secara lugas menyatakan demikian adalah Ibnu Hazm” (Fathul Baari, 1/538-539).

Ini pendapat yang lebih rajih, shalat tahiyyatul masjid hukumnya sunnah muakkadah.

11. Tidak boleh melakukan jual-beli dan juga iklan serta promosi di masjid

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إذا رأيتُم من يبيعُ أو يبتاعُ في المسجدِ، فقولوا : لا أربحَ اللهُ تجارتَك . وإذا رأيتُم من ينشدُ فيه ضالة فقولوا : لا ردَّ اللهُ عليكَ

“Jika engkau melihat orang berjual-beli atau orang yang barangnya dibeli di masjid, maka katakanlah kepada mereka: semoga Allah tidak memberikan keuntungan pada perdaganganmu. Dan jika engkau melihat orang di masjid yang mengumumkan barangnya yang hilang, maka katakanlah: semoga Allah tidak mengembalikan barangmu” (HR. At Tirmidzi no. 1321, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami no. 573).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan:

البيعُ والشِّراءُ والتَّأجيرُ والاستئجارُ محرَّمٌ في المسجد، لأنَّه ينافي ما بُنِيَتْ المساجِدُ من أجلِه

“Menjual, membeli, menyewakan, menawarkan sewaan, semuanya haram dilakukan di masjid, karena ini menafikan tujuan masjid dibangun (yaitu untuk ibadah, pent.)” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, 33/22).

12. Tidak berbuat syirik di masjid

Allah Ta’ala berfirman:

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلا تَدْعُو مَعَ اللَّهِ أَحَداً

“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu milik Allah, maka janganlah kalian berdoa kepada sesuatu (sesembahan lain) bersama dengan (penyembahan kalian kepada) Allah” (QS. Al Jin: 18).

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan:

كانت اليهود والنصارى إذا دخلوا كنائسهم وبيعهم ، أشركوا بالله ، فأمر الله نبيه صلى الله عليه وسلم أن يوحدوه وحده

“Dahulu orang Yahudi dan Nasrani jika masuk ke gereja mereka dan kuil mereka, mereka berbuat syirik kepada Allah. Maka Allah perintahkan Nabi-Nya Shallallahu’alaihi Wasallam untuk mentauhidkan Allah semata” (Tafsir Ibnu Katsir).

Kata Abdullah bin Abbas, ketika ayat ini turun, hanya ada dua masjid di muka bumi yaitu Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha.

13. Masalah wanita haid masuk masjid

Para fuqaha dari empat madzhab mengharamkan wanita haid berdiam diri di masjid, kecuali hanya sekedar lewat saja. Mereka berdalil dengan firman Allah ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, hingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (QS. an-Nisa: 43)

Sisi pendalilannya, dalam ayat ini orang yang sedang junub dilarang mendekati shalat dan mendekati masjid, kecuali sekedar lewat saja. Dan wanita haid diqiyaskan kepada orang yang junub. Sehingga wanita haid pun dilarang mendekati masjid kecuali sekedar lewat saja.

Ini juga pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Syaikh Shalih al-Fauzan, dan al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts wal Ifta’.

Namun para ulama yang lain seperti madzhab Zhahiriyah, demikian juga Al Muzanni dari Syafi’iyyah, demikian juga salah satu riwayat dari Imam Ahmad, membolehkan wanita haid berdiam diri di masjid. Mereka mengatakan bahwa tidak ada dalil yang shahih dan sharih (tegas) yang melarang wanita haid berdiam diri di masjid. Ayat di atas dan hadits Aisyah tidaklah sharih pendalilannya. Dan hukum asalnya adalah bara’ah al-ashliyyah, tidak ada beban untuk menjauhi masjid kecuali terdapat dalil yang shahih dan sharih.

Mereka juga berdalil dengan hadits dari Aisyah radhiyallahu’anha yang lainnya, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda kepadanya yang sedang haid:

فَافْعَلِي مَا يَفْعَلُ الحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوفِي بِالبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي

“Silakan engkau lakukan apa saja yang seharusnya dilakukan ketika berhaji, kecuali thawaf di Baitullah sampai engkau suci.” (HR. al-Bukhari no.305, Muslim no.1211)

Sisi pendalilannya, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam hanya mengecualikan thawaf saja. Sehingga amalan haji yang lainnya seperti sa’i, berdoa, berdzikir, dll di Baitullah tidaklah terlarang. Ini menunjukkan bahwa wanita haid boleh berdiam di masjid.

Dalam hadits lain disebutkan,

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ لِيْ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله و عليه و سلم: نَاوِلِيْنِى الْجُمْرَةَ مِنَ الْمَسْجِدِ. فَقُلْتُ: إِنِّيْ حَائِضٌ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: إِنَّ حَيْضَتَكِ لَيْسَتْ فِى يَدِكِ.

Dari ‘Aisyah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda padanya, “Ambilkan untukku khumrah (semacam sajadah kecil) di masjid”. Aisyah berkata, “Sesungguhnya aku sedang haid”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya haidmu bukan di tanganmu.” (HR. Muslim no. 298)

Sisi pendalilannya, andaikan wanita haid tidak boleh masuk masjid atau hanya boleh sekedar lewat saja, tentu Nabi akan mengatakan, “tidak mengapa jika sekedar lewat” atau “tidak mengapa jika hanya sebentar”. Namun realitanya Nabi berkata, “Sesungguhnya haidmu bukan di tanganmu”. Ini menunjukkan bahwa wanita haid tidak mengapa masuk masjid dan berdiam di dalamnya selama darah haidnya tidak mengotori masjid.

Pendapat ini juga dikuatkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani. Beliau mengatakan:

نعم يجوز لهن ذلك لأن الحيض لا يمنع امرأة من حضور مجالس العلم ولو كانت في المساجد لأن دخول المرأة المسجد في الوقت الذي لا يوجد دليل يمنع منه فهناك على العكس من ذلك ما يدل على الجواز ، ومن هذه الأدلة حديثان للسّيدة عائشة رضي الله تعالى عنها

“Benar, boleh bagi wanita haid untuk menghadiri pengajian di masjid. Karena haid tidak menghalangi wanita untuk hadir di majelis ilmu walaupun di masjid. Karena masuknya wanita haid ke masjid tidak ada dalil yang melarangnya, bahkan yang ada adalah dalil yang menunjukkan bolehnya. Di antara dalilnya ada dua hadits dari Sayyidah Aisyah radhiyallahu ta’ala ‘anha.” (Silsilah al-Huda wan Nur, no. 562).

Adapun hadits,

لاَ أُحِلُّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلاَ جُنُبٍ

“Tidak dihalalkan masjid bagi wanita haid dan orang yang junub.” (HR. Abu Daud no. 232)

Hadits ini adalah hadits yang dha’if karena terdapat perawi bernama Jasrah bintu Dajjajah al -Amiriyyah. Ia perawi yang mudhtharib dalam periwayatannya, sehingga jumhur ulama hadits mendhaifkan hadits ini. Hadits ini didhaifkan oleh an-Nawawi, Ibnu Rajab, al-Baghawi, Syu’aib al-Arnauth, dan al-Albani.

14. Membawa anak ke masjid

Terdapat banyak dalil yang menunjukkan di zaman Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam, anak-anak hadir di masjid.

Dari Abdullah bin Buraidah radhiallahu ’anhu, ia berkata:

: خطبنا رسول الله صلى الله عليه وسلم، فأقبل الحسن والحسين رضي الله عنهما عليهما قميصان أحمران يعثران ويقومان، فنزل فأخذهما فصعد بهما المنبر، ثم قال: “صدق الله، إنما أموالكم وأولادكم فتنة، رأيت هذين فلم أصبر”، ثم أخذ في الخطبة

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan kami. Lalu Hasan dan Husain radhiallahu ’anhuma datang ke masjid dengan memakai gamis berwarna merah, berjalan dengan sempoyongan jatuh bangun (karena masih kecil). Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam turun dari mimbar masjid dan menggendong kedua cucu tersebut, dan membawanya naik ke mimbar. Lalu beliau bersabda, “Maha Benar Allah, bahwa harta dan anak-anak itu adalah fitnah (ujian), aku melihat kedua cucuku ini aku tidak bisa bersabar”. Lalu Rasulullah kembali melanjutkan khutbahnya” (HR. Abu Daud no. 1109, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Dari Abu Qatadah radhiallahu ’anhu, ia berkata:

رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم وأمامة بنت العاص -ابنة زينب بنت الرسول صلى الله عليه وسلم- على عاتقه، فإذا ركع وضعها وإذا رفع من السجود أعادها

“Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggendong Umamah bintu al Ash, putrinya Zainab bintu Rasulullah, di pundak beliau. Apabila beliau shalat maka ketika rukuk, Rasulullah meletakkan Umamah di lantai, dan apabila bangun dari sujud maka beliau kembali menggendong Umamah” (HR. Bukhari no. 516, Muslim no. 543).

Syaikh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan:

يستحب بل يشرع الذهاب بالأولاد إلى المساجد إذا بلغ الولد سبعًا فأعلى، ويضرب عليها إذا بلغ عشرًا؛ لأنه بذلك يتأهل للصلاة ويعلم الصلاة حتى إذا بلغ فإذا هو قد عرف الصلاة واعتادها مع إخوانه المسلمين

“Dianjurkan bahkan disyariatkan untuk membawa anak-anak ke masjid, jiak usia mereka 7 tahun atau lebih. Dan boleh dipukul jika usianya 10 tahun. Karena dengan membawanya ke masjid, ia akan terbiasa shalat dan mengetahui cara shalat. Sehingga ketika ia baligh, ia sudah paham cara shalat dan terbiasa shalat bersama saudaranya dari kaum Muslimin” (https://binbaz.org.sa/fatwas/12952).

Namun membawa anak ke masjid tidak diperbolehkan jika bisa menimbulkan gangguan. Semua bentuk gangguan terhadap shalat harus dihilangkan dan dihindari. Karena itu berasal dari setan. Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ

“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat” (QS. Al Maidah: 91).

Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

رُصُّوا صُفُوفَكُمْ ، وَقَارِبُوا بَيْنَهَا ، وَحَاذُوا بِالأعْنَاقِ؛ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إنِّي لأَرَى الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ مِنْ خَلَلِ الصَّفِّ ، كَأَنَّهَا الحَذَفُ

“Rapatkanlah shaf-shaf kalian! Dekatkanlah di antara shaf-shaf tersebut! Sejajarkan leher-leher. Demi Dzat Yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya aku benar-benar melihat setan masuk dari celah shaf, seakan-akan setan itu anak-anak kambing” (HR. Abu Daud no. 667, An Nasa-i no. 815, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Para ulama mengatakan, anak-anak yang memiliki sifat-sifat berikut ini tidak boleh di bawa ke masjid:

  • Belum bisa diatur dan dipahamkan
  • Melakuan al ‘abats (bermain-main) ketika shalat
  • Bersuara dan menimbulkan tasywisy (kebisingan)
  • Terlalu kecil, semisal masih balita

Imam Malik rahimahullah ditanya tentang membawa anak ke masjid, beliau menjawab:

إن كان لا يعبث لصغره ويكف إذا نُهي فلا أرى بهذا بأسا , قال : وإن كان يعبث لصغره فلا أرى أن يؤتى به إلى المسجد

“Jika ia tidak melakukan al ‘abats (main-main) karena masih kecil, dan jika dilarang ia akan berhenti, maka tidak mengapa di bawa ke masjid. Namun jika melakukan al ‘abats (main-main) karena masih terlalu kecil, maka menurut saya tidak boleh di bawa ke masjid” (Al Mudawwanah, 1/195).

Syaikh Ibnu Al Utsaimin rahimahullah mengatakan:

وإذا كانوا هؤلاء الأطفال الذين في الرابعة لا يحسنون الصلاة فلا ينبغي له أن يأتي بهم في المسجد اللهم إلا عند الضرورة

“Jika anak-anak tersebut baru 4 tahun (atau kurang) dan mereka tidak bisa shalat dengan baik, maka hendaknya jangan di bawa ke masjid. Kecuali ketika darurat” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi).

Wallahu a’lam.

Umroh Keluarga Bahagia Di Awal Ramadhan Bersama Ustadz Yulian Purnama

Program “Umroh Keluarga Bahagia” adalah program umroh yang dirancang untuk jamaah yang berumrah bersama keluarga beserta anak-anaknya. Kami siapkan acara-acara menarik selama perjalanan di tanah suci.Hotel sangat dekat dengan Masjid al-Haram dan Masjid Nabawi, free kereta cepat Madinah-Makkah, bersama Batik Travel di bulan Februari 2026. Dibimbing oleh Ustadz Yulian Purnama –hafizhahullah

Paket 9 Hari, berangkat: 16 Februari 2026

📲 Tanya-tanya dulu juga boleh! 

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Fawaid Kangaswad adalah platform dakwah sunnah melalui website fawaidkangaswad.id dan beberapa kanal di media sosial seperti whatsapp, telegram, instagram dan twitter.

Fawaid Kangaswad juga mengelola Ma’had Fawaid Kangaswad, yaitu program belajar Islam berbasis kitab kuning karya para ulama Ahlussunnah, melalui media grup Whatsapp.

Fawaid Kangaswad juga menyebarkan buku-buku serta e-book bermanfaat secara gratis.

Dukung operasional kami melalui:

https://trakteer.id/kangaswad
(transfer bank, QRIS, OVO, Gopay, ShopeePay, Dana, LinkAja, dll)

Atau melalui:

Bank Mandiri 1370023156371 a/n Yulian Purnama

Semoga menjadi pahala jariyah.

Trending