Sering kita mendengar sebagian ulama disebutkan dengan istilah “al imam” atau “imam”, di antaranya:
- imam Asy Syafi’i
- imam Ahmad
- imam Abu Hanifah
- imam Malik
- imam Al Bukhari
- imam Muslim
- dll.
Pertanyaannya, apakah semua ulama disebutkan julukan “imam”? Siapa yang tepat untuk disebut demikian dan siapa yang tidak tepat disematkan julukan “imam”?
Sebutan “al imam” secara bahasa disebutkan dalam Al Mu’jam Al Wasith:
مَن يأْتمُ به الناسُ من رئيس أَو غيره
“orang yang diikuti oleh orang-orang, baik ia seorang pemimpin atau selainnya”.
Maka, orang yang disebut “al imam” adalah orang diikuti, ia memiliki banyak pengikut, ia menjadi teladan dan contoh bagi banyak orang.
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjelaskan:
“Yang saya harapkan, hendaknya tidak sebagaimana yang dilakukan banyak penuntut ilmu di zaman sekarang, mereka mudah sekali menyematkan julukan “imam” kepada setiap orang. Sampai terkadang ketika seorang punya kedudukan di bidang hadits atau fikih misalnya, seketika itu ia dijuluki “imam”.
Dan fenomena seperti ini, terkadang termasuk kedustaan. Karena yang disebut “imam” adalah orang yang punya pengikut dan ia menjadi teladan bagi banyak orang. Maka tidak semua orang punya tulisan lalu ia disebut “imam”.
Namun orang yang disebut imam adalah menjadi teladan, dan ia menjadi rujukan, seperti Al Bukhari, Muslim, contohnya. Maka mereka-mereka ini tepat kalau kita katakan “imam”.
Dan orang yang bermudah-mudah menyematkan julukan “imam” ini terkadang ia termasuk berdusta, dan terkadang menjerumuskan pada perbuatan mengangkat seseorang melebihi kedudukannya. Ini akibat dari bermudah-mudahan dalam menyematkan istilah “imam”.
Dan perbuatan bermudah-mudah yang demikian juga akan merendahkan para ulama yang benar-benar imam. Karena orang akan berkata “ini imam, itu juga imam”. Maka para ulama yang benar-benar imam menjadi rendah dalam pandangan masyarakat. Sebagaimana pepatah:
ألم تر أن السيف ينقص قدره إذا قيل إن السيف أمضى من العصا
“tidakkah engkau lihat bahwa pedang itu akan menjadi rendah kedudukannya jika dikatakan bahwa pedang lebih tajam daripada tongkat?”.
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=MXQwVmYo8HI
Mudahnya, kita lihat bagaimana sikap para ulama. Jika para ulama sering menyebut seorang ulama dengan sebutan “imam”, maka kita juga sebut ulama tersebut dengan sebutan “imam”. Dan hendaknya tidak bermudah-mudah menyematkan gelar “imam” kepada ulama, apalagi kepada yang bukan ulama.
Wallahu a’lam.






Leave a comment