Baru-baru ini kita dihebohkan dengan kasus pembunuhan keji seorang gadis penjual gorengan di Padang Pariaman, yang dibunuh dan diperkosa oleh seorang residivis. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pembunuhan ini?
Kasus seperti ini dalam fikih Islam disebut sebagai al qatlul ‘amd atau pembunuhan sengaja. Disebutkan dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyah (3/176) :
قتل العمد: هو أن يقصد الجاني من يعلمه آدمياً معصوماً فيقتله بما يغلب على الظن موته به
“Pembunuhan dengan sengaja adalah seseorang bermaksud untuk membunuh orang lain yang spesifik dan terjaga darahnya, dengan cara yang secara umum bisa membuat seseorang mati”.
Pembunuhan sengaja adalah dosa besar
Membunuh jiwa seorang Muslim tanpa hak dengan sengaja adalah dosa yang besar di sisi Allah ta’ala. Pelakunya diancam dengan neraka jahannam di akhirat. Allah ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
“Dan barangsiapa membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah jahannam. Ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya”(QS. An-Nisa: 93).
Dalam hadits yang shahih, dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhuma, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ومَن قُتِل عمدًا فهو قَوَدٌ ، ومَن حالَ دونَه فعليه لعنةُ اللهِ وغضبُه ، لا يُقْبَلُ منه صرفٌ ولا عَدْلٌ
“Barangsiapa yang terbunuh secara sengaja maka pelakunya dihukum qishash (pancung). Dan barangsiapa yang menghalang-halangi hukuman qishash atas pelakunya, baginya laknat Allah, laknat para malaikat dan laknat seluruh manusia, serta tidak diterima amalannya yang wajib maupun yang sunnah” (HR. Abu Daud no. 4539, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abu Daud).
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
اجتنبوا السبعَ الموبقاتِ . قالوا : يا رسولَ اللهِ ، وما هن ؟ قال : الشركُ باللهِ ، والسحرُ ، وقتلُ النفسِ التي حرّم اللهُ إلا بالحقِّ ، وأكلُ الربا ، وأكلُ مالِ اليتيمِ ، والتولي يومَ الزحفِ ، وقذفُ المحصناتِ المؤمناتِ الغافلاتِ
“Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan. Para sahabat bertanya: wahai Rasulullah, apa saja itu? Rasulullah menjawab: berbuat syirik terhadap Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan hak, makan riba, makan harta anak yatim, kabur ketika peperangan, menuduh wanita baik-baik berzina” (HR. Al Bukhari no. 2766, Muslim no. 89).
Hukuman bagi pelaku pembunuhan sengaja
Pelaku pembunuhan dengan sengaja, jika terbukti dan terpenuhi syarat-syaratnya, maka dijatuhi hukuman qishash atau pancung. Tentunya yang menjatuhkan hukuman ini adalah ulil amri kaum Muslimin. Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu hukuman qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh” (QS. Al-Baqarah: 178).
Hukuman qishash adalah hukuman dengan dengan cara dipenggal kepalanya oleh jagal. Allah ta’ala berfirman:
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ
“Dan telah kami wajibkan kepada mereka dalam masalah kejahatan, bahwa nyawa dibalas dengan nyawa” (QS. Al Maidah: 45).
Ini menunjukkan betapa kejinya pembunuhan seorang Muslim tanpa hak, sehingga hukuman yang layak bagi pelakunya adalah hukuman qishash.
Namun bagi keluarga korban pembunuhan, diberikan tiga pilihan :
- Tetap menjatuhkan hukuman qishash, atau,
- Tidak menjatuhkan qishash, namun menuntut diyat (tebusan) dari pelaku.
- Tidak menjatuhkan qishash dan diyat, namun dimaafkan begitu saja.
Pilihan pertama hukumnya boleh. Pilihan kedua dan ketiga hukumnya sunnah (dianjurkan). Allah ta’ala berfirman:
فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ۗ ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ
“Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema’afkan) mengikutinya dengan perbuatan yang baik. Dan hendaklah ( pelaku yang diberi ma’af) membayar (diyat) kepada (keluarga korban) yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat” (QS. Al-Baqarah: 178).
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
وَمَنْ قُتِلَ لَهُ قَتِيلٌ فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ إِمَّا أَنْ يُفْدَى وَإِمَّا أَنْ يُقْتَلَ
“Siapa yang menjadi wali korban pembunuhan maka ia diberi dua pilihan: menuntut diyat atau melanjutkan qishash” (HR. Muslim no. 1355).
Dan pilihan yang ketiga lebih besar pahalanya. Allah ta’ala berfirman:
فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ ۚ
“Barangsiapa yang melepaskan (tuntutan qishash) nya, maka melepaskan itu (menjadi) penebus dosa baginya” (QS. Al-Maidah: 45).
Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu menjelaskan ayat ini:
فمن عفا عنه ، وتصدق عليه فهو كفارة للمطلوب ، وأجر للطالب
“Siapa yang memaafkan pelaku (tidak menuntut qishash) dan bersedekah kepada pelaku (tidak menuntut diyat) maka itu menjadi kafarah dosa bagi pelaku dan menjadi pahala bagi penuntut” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/409).
Demikianlah secara ringkas pandangan Islam terhadap pelaku pembunuhan sengaja. Wallahu a’lam.






Leave a comment