Pada prinsipnya, terlilit utang adalah musibah. Dan dalam menghadapi segala musibah, minta tolonglah kepada Allah ta’ala.
Ketahuilah bahwa musibah dan kesusahan yang menimpa, termasuk musibah terlilit utang, pada hakikatnya adalah ketetapan Allah dan atas izin Allah itu terjadi. Allah ta’ala berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّـهِ ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّـهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّـهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At Taghabun: 11).
Bahkan setiap musibah dan kesusahan yang kita alami dan yang akan datang, itu semua sudah ditetapkan dan sudah tercatat dalam al-Lauhul Mahfduz. Allah ta’ala berfirman:
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّـهِ يَسِيرٌ
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah” (QS. Al Hadid: 22).
Sebagaimana namanya, ujian, dengannya Allah akan mempersaksikan dihadapan para makhluk-Nya mana hamba yang benar-benar jujur beriman kepada Allah dan mana yang dusta imannya. Karena ketika musibah datang, hal itu akan nampak. Allah ta’ala berfirman:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ ﴿٢﴾ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّـهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” (QS. Al Ankabut: 2-3).
Di antara tanda jujurnya keimanan seseorang, ketika datang musibah, pertolongan Allah lah yang diharapnya, ia bergantung dan berserah diri kepada Allah. Allah ta’ala berfirman:
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّـهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّـهِ قَرِيبٌ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al Baqarah: 214).
Tidak tergoda untuk mengambil jalan yang haram atau memalingkan ibadah kepada sesembahan selain Allah demi mencari pertolongan.
Dan musibah berupa lilitan utang, demikian juga musibah-musibah yang lainnya, hanya Allah lah yang bisa menghilangkannya. Maka minta tolonglah kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman:
وَإِن يَمْسَسْكَ اللَّـهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ
“Jika Allah menimpakan suatu mudharat kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Allah sendiri” (QS. Al An’am: 17).
Allah ta’ala berfirman:
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّـهِ ۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan” (QS. An Nahl: 53).
Sangat mudah bagi Allah ta’ala untuk membuat utang anda lunas. Bukankah bumi, langit beserta isinya, semuanya milik Allah? Maka jangan ragu untuk meminta pertolongan kepada Allah! Allah ta’ala berfirman:
قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ اسْتَعِينُوا بِاللَّـهِ وَاصْبِرُوا ۖ إِنَّ الْأَرْضَ لِلَّـهِ يُورِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۖ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
“Musa berkata kepada kaumnya: “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa”” (QS. Al A’raf: 128).
Maka, banyak-banyak berdoa kepada Allah, memelas kepadanya, bersujud dan merendahkan diri di hadapan-Nya, minta kepada-Nya dengan tulus dan penuh kepasrahan.
Setelah itu, ambil sebab-sebab yang kami sebutkan berikut ini, yang akan membantu anda terbebas dari lilitan utang, insyaallah.
Solusi syar’i
1. Membaca doa bebas utang
Terdapat dalam hadits, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam masuk ke masjid dan di sana ada seorang sahabatnya. Lalu beliau menanyakan apa yang menyebabkan ia lama berada di masjid. Sahabat tadi berkata: “kegalauan sedang menimpaku, dan hutang-hutang menjeratku”. Lalu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam membimbing sahabat tersebut dengan bersabda:
قُلْ إذا أصبحتَ وإذا أمسيْتَ اللَّهمَّ إنِّي أعوذُ بك من الهمِّ والحزنِ وأعوذُ بك من العجزِ والكسلِ وأعوذُ بك من البخلِ والجبنِ وأعوذُ بك من غلبةِ الدَّينِ وقهرِ الرِّجالِ
“Bacalah pada setiap pagi dan sore hari:
/allaahumma inni a’uudzubika minal hammi wal hazani, wa a’uudzubika minal ‘ajzi wal kasali, wa a’uudzubika minal bukhli wal jubni, wa a’uudzubika min ghalabatid dayni wa qahrir rijaal/
(“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegalauan dan kesedihan, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepada-Mu dari sifat pelit dan pengecut, dan aku berlindung kepada-Mu dari lilitan hutang serta dari penganiayaan orang lain“)
Sahabat tadi pun di kemudian hari berkata:
ذلك فأذهب اللهُ عزَّ وجلَّ همِّي وقضَى عنِّي دَيْني
“karena itulah hilang kegelisahanku dan Allah ‘Azza Wa Jalla melunasi hutang-hutangku” (HR. Abu Daud 1555, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Daud).
Terdapat doa yang lain.
Dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, ada seorang budak mukatab (yaitu budak yang bisa memerdekakan dirinya sendiri jika bisa membayar kepada tuannya) yang mendatanginya, ia berkata, “Aku tidak mampu membayar untuk memerdekakan diriku”. Ali pun berkata, “Maukah aku kabarkan padamu doa yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam padaku yaitu seandainya engkau memiliki utang sepenuh gunung pun, maka Allah akan memudahkanmu untuk melunasinya. Yaitu ucapkanlah doa berikut,
اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
“Allahumak-finii bi halaalika ‘an haroomik, wa agh-niniy bi fadhlika ‘amman siwaak”
(Ya Allah cukupkanlah aku dengan harta yang halal, dan jauhkanlah aku dari harta yang haram, serta cukupkanlah aku dengan karunia-Mu, agar aku tidakbergantung kepada selain-Mu)
(HR. at-Tirmidzi no. 3563, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih at-Tirmidzi).
2. Tingkatkan takwa
Jika ingin terbebas dari masalah utang, tingkatkan takwa anda. Lebih taat kepada Allah dan lebih menjauhi larangan Allah. Karena takwa adalah jalan keluar dari setiap permasalahan. Allah ta’ala berfirman:
ومن يتق الله يجعل له مخرجا ويرزقه من حيث لا يحتسب
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah akan memberikan jalan keluar baginya. Dan akan memberinya rezeki dari jalan yang tidak ia duga” (QS. Ath Thalaq: 2-3).
Mungkin ada orang yang mendapat musibah, kemalangan, dan cobaan. Lalu ia berusaha bertaqwa, menjalankan apa yang Allah perintahkan dan menjauhi apa yang Allah larang. Namun walau demikian, jalan keluar dan solusi belum juga tiba. Mengapa demikian?
Ini dijelaskan oleh Ibnu Abi Izz Al Hanafi rahimahullah:
فقد ضمن الله للمتقين أن يجعل لهم مخرجا مما يضيق على الناس، وأن يرزقهم من حيث لا يحتسبون، فإذا لم يحصل ذلك دل على أن في التقوى خللا، فليستغفر الله وليتب إليه
“Allah ta’ala MENJAMIN bagi orang-orang bertaqwa bahwa Ia akan memberikan jalan keluar dari perkara yang menyulitkannya dalam hubungan terhadap manusia. Dan Allah MENJAMIN bahwa Ia akan memberikan rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka.
Jika itu belum terjadi, maka ini menunjukkan bahwa dalam ketaqwaannya masih ada CACAT. Maka hendaknya ia meminta ampunan kepada Allah dan bertaubat kepadanya” (Syarah Al Aqidah Ath Thahawiyah dengan ta’liq Syaikh Yasin Abul Abbas Al Adeni hal. 333-334).
Maka bagi yang punya masalah dan solusi belum kunjung datang, coba renungkan…
mungkin akidahmu belum lurus…
mungkin shalatmu belum benar…
mungkin belajar agamamu masih kurang semangat…
mungkin dzikirmu belum banyak…
mungkin menutup auratmu belum sempurna…
mungkin baktimu kepada orang tua masih kurang…
mungkin sedekahmu kurang banyak…
mungkin lisanmu masih suka offside…
mungkin semua yang kau lakukan di atas masih kurang ikhlas…
Coba yok kita perbaiki semuanya, semoga solusi dari masalah-masalah kita segera tiba. Yakinlah dengan janji Allah!
3. Perbanyak istighfar
Utang adalah musibah, dan musibah itu karena maksiat. Allah Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS. Asy-Syura: 30).
Oleh karena itu, banyak-banyak meminta ampunan kepada Allah ta’ala. Banyak meminta ampunan adalah sebab datangnya rezeki. Allah ta’ala berfirman:
فَقُلْتُ ٱسْتَغْفِرُوا۟ رَبَّكُمْ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارًۭا ﴿١٠﴾ يُرْسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًۭا ﴿١١﴾ وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَٰلٍۢ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّـٰتٍۢ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَـٰرًۭا ﴿١٢﴾
“Maka aku (Nuh) katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai” (QS. Nuh: 10–12)
4. Perbanyak sedekah
Sedekah juga sebab datangnya rezeki. Allah ta’ala berfirman:
وَمَآ أَنفَقْتُم مِّن شَىْءٍۢ فَهُوَ يُخْلِفُهُۥ ۖ وَهُوَ خَيْرُ ٱلرَّٰزِقِينَ ﴿٣٩﴾
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya” (QS. Saba’ : 39).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
ما نقصت صدقة من مال وما زاد الله عبدا بعفو إلا عزا
“Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya.” (HR. Muslim, no. 2588).
Jika sedekah tidak mengurangi harta, mafhumnya, sedekah akan menambahkan harta atau akan menambahkan keberkahan pada harta.
Namun dengan catatan, wajib ikhlas dalam bersedekah. Tidak boleh bersedekah dengan niat untuk mendapatkan dunia. Allah ta’ala mengancam orang yang beribadah dengan niat mencari balasan dunia. Allah ta’ala berfirman,
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahannam. Dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.” (QS. Al-Isra’: 18)
5. Menyambung silaturahmi
Menyambung silaturahmi juga merupakan sebab datangnya rezeki. Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu , Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ, أَوْ يُنْسَأَ فِيْ أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barangsiapa yang senang rezekinya diluaskan dan umurnya dipanjangkan, maka hendaklah ia menyambung tali silaturrahmi” (HR. Al Bukhari no. 5986 dan Muslim no. 2557).
Menyambung silaturahmi adalah menjalin hubungan yang baik dengan orang-orang yang ada hubungan keluarga, seperti orang tua, kakek, nenek, saudara kandung, paman, bibi dan semisalnya.
Selain mengusahakan sebab-sebab syar’i di atas, orang yang terlilit utang hendaknya juga mengusahakan sebab-sebab qodari (teknis) berikut ini.
Solusi qodari
1. Minta penundaan dan selalu beri kabar
Hendaknya intens dalam berkomunikasi dengan pemberi utang, beri kabar, dan minta kelonggaran pelunasan jika memang belum mampu melunasi. Ini adalah adab dalam berhutang. Jika bisa dikomunikasikan dengan baik, senantiasa memberi kabar, insyaallah, pemberi utang pun akan berlapang dada untuk memberikan penundaan.
Jangan sampai menjadi tukang dusta ketika berhutang. Dengan memberikan alasan-alasan yang dusta atau janji palsu atau berusaha menghindar dari penagihan. Inilah yang telah diwanti-wanti oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.
Dari Aisyah radhillahu’anha, ketika ada sahabat yang berkata:
فَقَالَ ما أكْثَرَ ما تَسْتَعِيذُ مِنَ المَغْرَمِ، فَقَالَ: إنَّ الرَّجُلَ إذَا غَرِمَ، حَدَّثَ فَكَذَبَ، ووَعَدَ فأخْلَفَ
“‘Wahai Rasulullah, betapa seringnya Engkau berlindung dari hutang?’ Beliau pun menjawab, ‘Sesungguhnya seseorang yang biasa berhutang, jika dia berbicara dia akan berdusta, jika dia berjanji dia akan mengingkarinya’” (HR. Al Bukhari no. 832 dan Muslim no. 1325).
Mengapa orang yang suka berhutang cenderung suka berbohong dan mengingkari janji? Syaikh Abdul Karim Al Khudhair menjelaskan, “Dia akan berdusta agar bisa menghindarkan diri dari si pemberi hutang. Dan dia juga akan mudah ingkar janji agar bisa menghindarkan diri dari si pemberi hutang” (Syarhul Muharrar fil Hadits, 21/11).
Jangan ya dek ya!
2. Konsisten dalam mencicil utang
Tunjukkan komitmen anda untuk melunasi utang dengan konsisten mencicil utang. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun pernah mencicil. Dari Aisyah radhiallahu’anha beliau berkata,
أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم اشتَرى طعامًا من يَهودِيٍّ إلى أجلٍ ، ورهَنه دِرعًا من حديدٍ
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan tempo (mencicil), lalu beliau menggadaikan baju perang besinya kepada orang tersebut” (HR. Al Bukhari no. 2068).
Dan jika telah berjanji untuk konsisten mencicil, tepatilah janji. Karena ingkar janji adalah sifat orang munafik. Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda :
في المنافقِ ثلاثٌ ، إذا حدَّث كذبَ ، و إذا وعد أخلفَ ، وإذا ائتُمِنَ خانَ
“Ada 3 sifat orang munafik: [1] jika ia bicara, ia berdusta, [2] jika ia berjanji, ia ingkar janji, [3] jika ia diberi amanah, ia berkhianat” (HR. Al Bukhari dalam At Tarikh Al Kabir [8/386], Ibnu Hibban no. 256, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 1998).
Demikian juga tidak boleh mengucapkan insyaallah, tapi di dalam hati berniat untuk tidak melakukan. Imam Al Auza’i rahimahullah mengatakan :
الوعد بقول: إن شاء الله، مع اضمار عدم الفعل نفاق
“Berjanji dengan mengucapkan insyaAllah, sambil meniatkan dalam hati untuk tidak melakukannya, ini adalah kemunafikan” (Jami’ Al Ulum wal Hikam, 2/482).
3. Jual aset
Dalam kondisi terlilit utang, sudah selayaknya anda menjual aset-aset berharga yang tidak terlalu urgen. Seperti barang-barang mewah, kendaraan yang berlebih, tanah, sawah, dan semisalnya. Kewajiban membayar utang jauh lebih penting daripada mempertahankan aset yang tidak urgen. Menjual aset-aset yang demikian juga sebagai bentuk komitmen keras untuk melunasi utang. Dan orang yang berkomitmen keras untuk melunasi utang, Allah akan membantunya dan memudahkannya.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘ alaihi wasallam bersabda,
ن أخَذَ أمْوالَ النَّاسِ يُرِيدُ أداءَها أدَّى اللَّهُ عنْه، ومَن أخَذَ يُرِيدُ إتْلافَها أتْلَفَهُ اللَّهُ
“Orang yang mengambil harta orang lain (berhutang), dengan niat untuk melunasinya kelak, maka Allah akan menolong dia untuk melunasinya. Adapun orang yang mengambil harta orang lain dengan niat tidak akan melunasinya, maka Allah akan hancurkan dia” (HR. Al Bukhari no. 2387).
4. Turunkan gaya hidup
Dalam kondisi terlilit utang, tidak ada alasan untuk mempertahankan gaya hidup mewah. Bahkan segera turunkan gaya hidup agar pengeluaran tidak semakin bertambah, dan bisa menyisihkan lebih banyak untuk melunasi utang.
Bahkan gaya hidup sederhana, sekedar cukup untuk kebutuhan pokok, inilah gaya hidup yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau bersabda:
قد أفلحَ من أسلمَ ، ورُزِقَ كفافًا ، وقنَّعَه اللهُ بما آتاهُ
“Sungguh beruntung orang yang sudah berislam, lalu Allah beri rezeki yang secukupnya, dan Allah jadikan hatinya qana’ah (merasa cukup) dengan apa yang dikaruniakan kepadanya” (HR. Muslim no. 1054).
Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَن أصبحَ مِنكُم آمِنًا في سِرْبِه ، مُعافًى في جسَدِهِ ، عندَهُ قُوتُ يَومِه ، فَكأنَّمَا حِيزَتْ له الدُّنْيا
“Barang siapa bangun di pagi hari dalam keadaan merasakan aman pada dirinya, sehat badannya, dan ia memiliki makanan untuk hari itu, maka seolah-olah seluruhnya dunia dikuasakan kepadanya.” (HR. at-Tirmidzi no.2346, dishahihkan al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah, no. 2318)
5. Boleh mengajukan bantuan jika mendesak
Jika kondisi mendesak, segala upaya telah diusahakan dan pemberi utang tidak memberikan penundaan pelunasan, maka orang yang terlilit utang dibolehkan untuk meminta harta kepada orang lain untuk melunasi utangnya.
Dari Hubsyi bin Junadah radhiallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ، فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ
“Barangsiapa yang meminta-minta padahal ia tidak fakir maka seakan-seakan ia memakan bara api”. (HR. Ahmad dalam Musnad-nya no. 17508, Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib (802) mengatakan hadits ini shahih li ghairihi).
Hadits ini menunjukkan bahwa jika dalam kondisi fakir, maka boleh meminta bantuan harta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
إِنْ الْمَسْأَلَةَ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِي أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ
“Sesungguhnya, meminta-minta itu adalah topeng yang dikenakan seseorang pada dirinya sendiri, kecuali bila seseorang meminta kepada penguasa atau karena keadaan yang sangat memaksa” (HR. At-Tirmidzi no. 681, ia berkata: “hasan shahih”).
Wallahu ta’ala a’lam, semoga Allah mudahkan pembaca yang terlilit utang agar segera melunasinya. Amiin.






Leave a comment