Pertanyaan:
Salah seorang teman saya yang berilmu memberitahu saya bahwa ada beberapa sifat yang harus dimiliki oleh seorang awam atau orang yang belum paham agama, yaitu: ia harus tulus dalam mencari jawaban atas pertanyaannya, kemudian mengamalkan jawaban tersebut; bersungguh-sungguh dalam amalannya dan ketaatannya; serta bertanya hanya tentang hal-hal yang penting baginya.
Sementara itu, ada tiga sifat yang harus dimiliki oleh seorang ahlussunnah, yaitu: berada di atas kebenaran, mendoakan keridhaan kepada para salaf (generasi awal umat Islam), dan membantah orang yang melakukan kesalahan. Dia juga menceritakan kepadaku tentang sebuah peristiwa yang dialaminya dengan salah satu orang yang punya pemikiran takfir (menganggap orang lain kafir) di luar negeri. Ia berkata kepadanya, “Jika engkau mengatakan bahwa pemimpin negaramu adalah seorang kafir, maka gigitlah batang pohon, sebagaimana disebutkan dalam hadits Hudzaifah, yang menyuruh untuk menjauhi manusia”. Apakah pemahaman ini benar, wahai Syaikh? Kami ingin mendapatkan manfaat dari penjelasan Anda, semoga Allah melindungi Anda.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjawab:
أهل السنة هم المتمسكون بها واضح، ولهذا يسمون أهل السنة فإن قيل أهل السنة في مقابلة الرافضة الشيعة دخل في هذا الأشعرية وغيرهم ممن ينتسب إلى السنة، ولهذا يقال سنة وشيعة نعم، وإن أريد بأهل السنة المتمسكون بها فهنا يخرج من خرج عن السنة في عدم التمسك بها، فالأشاعرة مثلًا في باب الصفات ليسوا من أهل السنة في هذا الباب فقط ما هو في كل شيء، لأن أهل السنة هم المتمسكون بها عقيدة وقولًا وعملًا وهم الصحابة والتابعون لهم بإحسان وأئمة المسلمين من بعدهم، ولهذا تجد بعض المصنفين يجعلون أهل السنة ثلاثة أقسام أشعرية وماتريدية وسلف وهذا غلط إلا أن يراد في مقابلة الرافضة لا بأس فهم سنة، ولكن الصواب أن أهل السنة هم المتمسكون بها، ولهذا يقال أهل السنة والجماعة الجماعة بمعنى الاجتماع يعني أنهم متمسكون بالسنة مجتمعون عليها، وأما هذه الشروط التي ذكرها في السؤال فلا وجه لها يقال من تمسّك بالسنة عقيدة وقولًا وعملًا فهو من أهل السنة، يسار
Ahlussunnah adalah mereka yang berpegang teguh pada sunnah Nabi, ini sudah jelas. Oleh karena itu, mereka disebut dengan Ahlussunnah. Sebagian ulama mengatakan: Ahlussunnah adalah lawan dari Rafidhah (Syiah), sehingga semua yang bukan Syi’ah Rafidhah yang masuk dalam kategori Ahlussunnah, seperti Asy’ariyah dan lainnya yang mengaku berafiliasi dengan sunnah. Karena itulah, ada istilah Sunni dan Syiah. Demikian. Namun jika yang dimaksud dengan Ahlussunnah adalah orang-orang yang berpegang teguh pada sunnah, maka mereka yang tidak berpegang teguh pada sunnah, tidak masuk dalam kategori Ahlussunnah.
Sebagai contoh, Asy’ariyah dalam masalah sifat-sifat (Allah) tidak termasuk Ahlussunnah dalam bab ini saja, bukan dalam segala hal. Karena Ahlussunnah adalah mereka yang berpegang teguh pada sunnah dalam akidah, ucapan, dan perbuatan. Ahlussunnah adalah para sahabat, tabi’in, dan yang mengikuti mereka dengan baik, serta para imam kaum muslimin setelah mereka. Oleh karena itu, beberapa penulis kitab membagi Ahlussunnah menjadi tiga: Asy’ariyah, Maturidiyah, dan Salafi. Ini adalah kesalahan! Kecuali jika yang dimaksudkan dengan Ahlussunnah adalah lawan dari Rafidhah, maka tidak masalah, mereka dapat dianggap sebagai bagian dari Sunni. Namun, yang benar adalah bahwa Ahlussunnah adalah mereka yang berpegang teguh pada sunnah. Oleh karena itu, mereka disebut sebagaia Ahlussunnah wal Jama’ah. Jama’ah di sini bermakna persatuan, yaitu mereka berpegang teguh pada sunnah dan bersatu di atasnya.
Adapun syarat-syarat yang disebutkan dalam pertanyaan tersebut, tidak ada dasar baginya. Yang benar, bahwa siapa saja yang berpegang teguh pada sunnah Nabi dalam akidah, ucapan, dan perbuatan, maka ia termasuk Ahlussunnah.
Sumber: al-fatawa.com/fatwa/42232






Leave a comment