Semua bid’ah itu sesat dan tidak ada bid’ah yang baik atau hasanah. Yang mengatakan demikian adalah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam sabdanya yang terang benderang:
كل بدعة ضلالة
“Setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim).
Sebagian pelaku bid’ah melontarkan syubhat untuk membenarkan adanya bid’ah hasanah dengan menyebutkan amalan-amalan yang dibid’ahkan sebagian ulama sunnah dan dibolehkan oleh ulama sunnah yang lain.
- Berdzikir dengan biji tasbih, dibid’ahkan oleh Syaikh Al Albani namun dibolehkan Syaikh Ibnu Baz.
- Berdoa permintaan setelah shalat, dibid’ahkan oleh Syaikh Ibnu Al Utsaimin, dibolehkan oleh Syaikh Shalih Al Fauzan dengan syarat-syarat.
- Adzan 2x di hari Jum’at, dibolehkan oleh Syaikh Ibnu Al Utsaimin, dibid’ahkan oleh Syaikh Al Albani.
- Adanya mihrab di masjid, dibolehkan oleh Syaikh Ibnu Baz, dibid’ahkan oleh Syaikh Al Albani .
- dll.
Disclaimer:
Saya kurang setuju membuat list atau tabel khilafiyah seperti di atas tanpa ada kebutuhan. Karena sedikit manfaatnya dan lebih besar mudaratnya. Karena tidak ada penjelasan yang memadai, sehingga akan membuat orang awam tambah bingung dalam beramal dan membuat orang yang berpenyakit hati memilih pendapat yang sesuai hawa nafsu.
Adanya perselisihan ulama tentang sebagian amalan yang dibolehkan oleh sebagian ulama sunnah dan dibid’ahkan oleh sebagian yang lain, dianggap sebagai dalil adanya bid’ah hasanah. Dan bahwa para ulama sunnah pun mengamalkan bid’ah hasanah.
Tentunya ini argumen yang jauh panggang dari api, dan sangat tidak nyambung sama sekali. Kita jawab dengan beberapa poin:
Pertama:
Sebagian ulama sunnah ketika membolehkan sebagian amalan di atas, mereka meyakini batilnya bid’ah dan mereka tidak meyakini adanya bid’ah hasanah.
Kedua:
Sebagian ulama sunnah ketika membolehkan sebagian amalan di atas, mereka meyakini itu bukan bid’ah. Karena masih dalam cakupan dalil umum atau terdapat dalil khususnya yang tidak diterima oleh ulama yang membid’ahkan.
Berbeda dengan ulama ahlul bid’ah yang memang membolehkan amalan-amalan bid’ah dengan keyakinan bahwa itu adalah bid’ah hasanah.
Ketiga:
Perselisihan di atas masuk dalam khilafiyah ijtihadiyah yang ditoleransi. Sehingga tidak membolehkan ada vonis bid’ah atau ahli bid’ah kepada yang berpendapat berbeda. Namun boleh melakukan pengingkaran berupa kritik dan nasehat.
Semisal ulama yang berpendapat adzan Jum’at 2x kali adalah bid’ah, tidak boleh memvonis ulama yang membolehkannya telah melakukan bid’ah atau ahlul bid’ah. Namun boleh memberikan kritik dan nasehat.
Berbeda dengan amalan-amalan bid’ah yang sama sekali tidak ada landasannya, seperti peringatan maulid Nabi, tahlilan, yasinan, shalat raghaib, shalat nishfu sya’ban, ini bukan perselisihan yang ditoleransi.
Ada tiga macam perkara dalam masalah ini:
- Perkara yang jelas bukan bid’ah, karena dalil-dalilnya jelas.
- Perkara yang jelas bid’ah-nya, karena sama sekali tidak ada landasannya dari syariat dan tidak ada contohnya dari salafus shalih.
- Perkara yang samar bid’ah atau tidaknya, karena adanya dalil umum dan adanya dalil khusus yang samar pendalilannya atau faktor yang lain. Sehingga ulama berbeda pendapat.
Maka jangan dianggap semua bid’ah itu perkara khilafiyah ijtihadyah.
Keempat:
Khilafiyah bukan dalil. Adanya khilafiyah di antara ulama tentang amalan-amalan di atas, bukan dalil bahwa bid’ah itu boleh.
Ada ulama yang mengatakan amalan A boleh, dan ada ulama yang mengatakan amalan A bid’ah. Disimpulkan: berarti bid’ah boleh. Ini pendalilan yang tidak nyambung sama sekali.
Analogi mudah, para ulama berbeda pendapat tentang makan daging buaya. Sebagian ulama mengharamkan, sebagian ulama membolehkan. Adanya khilafiyah ini tidak berarti memakan makanan haram hukumnya menjadi boleh.
Wallahu a’lam.






Leave a comment