Orang yang berniat melakukan suatu dosa, kemudian ia terhalangi oleh suatu rintangan lalu tidak jadi melakukan dosa tersebut, apakah ia tetap berdosa, ataukah tidak berdosa ataukah bahkan mendapat pahala?

Pembahasan ini diwakili oleh tiga buah hadits berikut ini. 

Pertama, hadits dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَن هَمَّ بحَسَنةٍ فلم يَعمَلْها كُتِبَت له حَسَنةً، ومن هَمَّ بحَسَنةٍ فعَمِلَها كُتِبَت له عَشرًا إلى سبعِمئةِ ضِعفٍ، ومن هَمَّ بسَيِّئةٍ فلم يعمَلْها لم تُكتَبْ، وإنْ عَمِلها كُتِبَت

“Barang siapa yang berniat melakukan suatu kebaikan tetapi tidak melakukannya, maka dicatat baginya satu pahala kebaikan. Dan barang siapa yang berniat melakukan kebaikan lalu jadi melakukannya, maka dicatat baginya sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat pahala. Dan barang siapa yang berniat melakukan keburukan tetapi tidak melakukannya, maka tidak dicatat sebagai dosa. Namun jika ia melakukannya, maka dicatat sebagai satu dosa” (HR. Muslim no.130)

Kedua, hadits dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhuma, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إنَّ اللَّهَ كَتَبَ الحَسَناتِ والسَّيِّئاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذلكَ، فمَن هَمَّ بحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْها، كَتَبَها اللَّهُ له عِنْدَهُ حَسَنَةً كامِلَةً، فإنْ هو هَمَّ بها فَعَمِلَها، كَتَبَها اللَّهُ له عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَناتٍ، إلى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ، إلى أضْعافٍ كَثِيرَةٍ، ومَن هَمَّ بسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْها، كَتَبَها اللَّهُ له عِنْدَهُ حَسَنَةً كامِلَةً، فإنْ هو هَمَّ بها فَعَمِلَها، كَتَبَها اللَّهُ له سَيِّئَةً واحِدَةً.

“Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan dan keburukan, kemudian menjelaskannya. Maka barangsiapa berniat melakukan suatu kebaikan namun tidak jadi melakukannya, Allah akan mencatatnya sebagai satu kebaikan yang sempurna di sisi-Nya. Jika ia berniat suatu kebaikan lalu melaksanakannya, Allah akan mencatatnya sebagai sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat kebaikan, bahkan lebih banyak dari itu. Dan barangsiapa berniat melakukan suatu keburukan namun tidak melakukannya, Allah akan mencatatnya sebagai satu kebaikan yang sempurna di sisi-Nya. Namun jika ia berniat suatu keburukan lalu melaksanakannya, Allah akan mencatatnya sebagai satu dosa saja” (HR. Al Bukhari no.6491, Muslim no.131).

Ketiga, hadits dari Abu Kabsyah Al Anmari radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إنما الدنيا لأربعةِ نفرٍ ؛ عبدٌ رزقَه اللهُ مالًا و علمًا فهو يتَّقي فيه ربَّه ، و يصِلُ فيه رَحِمَه ، و يعلمُ للهِ فيه حقًّا ، فهذا بأفضلِ المنازلِ ، و عبدٌ رزقَه اللهُ علمًا ، و لم يرزقْه مالًا ، فهو صادقُ النَّيَّةِ ، يقولُ : لو أنَّ لي مالًا لعملتُ بعملِ فلانٍ ، فهو بنِيَّتِه ، فأجرُهما سواءٌ و عبدٌ رزقَه اللهُ مالًا ، و لم يرزقْه عِلمًا يخبِطُ في مالِه بغيرِ علمٍ ، و لا يتَّقي فيه ربَّه ، و لا يصِلُ فيه رَحِمَه ، و لا يعلمُ للهِ فيه حقًّا ، فهذا بأخبثِ المنازلِ ، و عبدٌ لم يرزقْه اللهُ مالًا و لا علمًا فهو يقولُ : لو أنَّ لي مالًا لعملتُ فيه بعملِ فلانٍ ، فهو بنيَّتِه ، فوزرُهما سواءٌ

“Di dunia itu ada empat jenis orang: 

Pertama, hamba yang diberi rizki oleh Allah berupa harta dan ilmu syar’i. Ia bertaqwa kepada kepada Allah dengan ilmu dan hartanya, ia gunakan hartanya untuk menyambung silaturahim, dan ia mengetahui di dalamnya terdapat hak Allah. Hamba ini berada pada kedudukan yang paling utama.

Kedua, hamba yang diberi rizki oleh Allah berupa ilmu syar’i, namun tidak diberi harta (ia miskin). Namun niatnya tulus. Ia pun berkata dalam hati: “andai aku memiliki harta aku akan beramal shalih seperti Fulan yang kaya”, dan ia sungguh-sungguh dengan niatnya tersebut. Maka mereka berdua (nomor 1 dan 2) pahalanya sama.

Ketiga, hamba yang diberi rizki oleh Allah berupa harta, namun tidak diberi ilmu syar’i. Ia membelanjakan hartanya tanpa ilmu, ia juga tidak bertaqwa dalam menggunakan hartanya, dan tidak menyambung silaturahmi dengannya (yaitu ia melakukan maksiat), ia juga tidak mengetahui hak Allah di dalamnya. Hamba ini pada kedudukan yang paling buruk.

Keempat, hamba yang tidak diberi rizki dan juga tidak diberi ilmu syar’i. Ia pun berkata: “Andai saya memiliki harta maka saya akan beramal maksiat seperti si Fulanyang kaya”, dan ia sungguh-sungguh dengan niatnya itu, maka mereka berdua (nomor 3 dan 4) dosanya sama”

(HR. At Tirmidzi no. 2325, ia berkata: “hasan shahih”).

Di hadits pertama, orang yang tidak jadi melakukan maksiat ia tidak mendapatkan dosa dan juga tidak mendapatkan pahala. Namun di hadits kedua, orang yang tidak jadi melakukan maksiat justru ia mendapatkan pahala. Di hadits yang ketiga, orang yang tidak jadi melakukan maksiat karena tidak mampu melakukannya maka ia tetap dicatat dosanya bahkan sama seperti orang yang melakukan dosa tersebut.

Bagaimana mengkompromikan tiga hadits yang sekilas nampaknya bertentangan di atas?

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan:

والجواب عن هذا -والله أعلم-: أن هذا في حق من صمم على هذا، وعزم عليه، ولم يمنعه إلا العجز، وإلا فهو مصمم على أن يعمل بالمعاصي، والسيئات التي يعملها ذاك الرجل الذي أعطاه الله المال بلا علم، فهو مثله في الوزر لتصميمه، وعزمه الصادق، وما علم الله من قلبه من الخبث، والفساد فهو مثل الذي قال فيه النبي ﷺ: إذا التقى المسلمان بسيفهما؛ فالقاتل والمقتول في النار قيل يا رسول الله: هذا القاتل فما بال المقتول؟ قال: لأنه كان حريصًا على قتل صاحبه فجعله معه في النار -نسأل الله العافية- لأنه حريص، ما منعه إلا العجز، وإلا فقد جاء بالسيف، وأعد العدة، وحاول القتل، لكن غلبه صاحبه، فقتله، فهما في النار سواء، هذا بأنه قتل، وهذا بأنه حاول القتل. 

Jawaban terhadap masalah ini, wallahu a’lam, adalah sebagai berikut: (hadits Abu Kabsyah) ini berlaku bagi orang yang benar-benar berniat kuat dan bertekad untuk melakukannya, dan tidak ada yang menghalanginya kecuali ketidakmampuan. Ia sungguh-sungguh bertekad untuk melakukan maksiat dan dosa-dosa yang sama seperti dilakukan oleh orang yang diberi harta oleh Allah namun tidak diberi ilmu syar’i. Maka ia sama dengannya dalam dosa, karena tekad dan niatnya yang sungguh-sungguh untuk terus melalukan maksiat, serta karena apa yang Allah ketahui dari hatinya berupa keburukan dan kerusakan.

Ia seperti orang yang disebutkan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam sabdanya: “Apabila dua orang Muslim saling berhadapan dengan pedangnya, maka yang membunuh dan yang dibunuh berada di neraka”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, yang membunuh memang pantas masuk neraka, lalu mengapa yang dibunuh juga masuk neraka?”. Beliau menjawab: “Karena ia pun bersungguh-sungguh ingin membunuh saudaranya” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Maka ia dijadikan sama dengan pelaku pembunuhan dalam neraka, nasalullah al-’afiyah, karena ia bersungguh-sungguh untuk membunuh saudaranya, dan tidak ada yang menghalanginya selain ketidakmampuan. Ia sudah datang dengan pedangnya, menyiapkan perlengkapan, dan bertekad untuk membunuh, namun ia dikalahkan oleh lawannya, lalu ia pun terbunuh. Maka keduanya sama-sama di neraka. Yang satu, karena benar-benar membunuh. Dan yang lain, karena bertekad untuk membunuh.

فهذا الرجل الذي في حديث أبي كبشة يقول: لو كان لي من المال مثل فلان لعملت فيه مثل عمله يعني مصمم، ومريد هذا، وعنده عزم عليه، وجد لو وجد ذلك، ولكن منعه الفقر ومنعه العجز، فهذا -والعياذ بالله- حري بأن يكون مثله في الفساد، والشر، والإثم، نسأل الله العافية.

Orang yang disebutkan dalam hadits Abu Kabsyah itu berkata: “Seandainya aku memiliki harta seperti si fulan, niscaya aku akan berbuat maksiat seperti yang ia lakukan”. Maksudnya ia benar-benar bertekad untuk bermaksiat dan menginginkan hal itu, serta memiliki niat yang kuat terhadapnya. Jika ia memiliki harta tersebut, sungguh ia akan melakukannya. Namun ia terhalang oleh kemiskinan dan ketidakmampuan. Maka orang seperti ini, na’ūdzu billāh, pantas untuk disamakan dengan pelaku maksiat dalam hal kerusakan, keburukan, dan dosa. Nasalullah al-’afiyah.

بخلاف الذي همَّ، ثم ترك؛ فهذا ما عزم، هم، ثم ترك، فهذا ليس عليه شيء، أو ترك من أجل الله، فهذا له حسنة، أما هذا هم، وعزم، وصمم على أنه يعمل مثل فلان، ولكن غلبه صاحبه بالقتل، أو عزم، وصمم، ولكن لم يقدر له المال، ولم يسعف المال، وهو مصمم، فهذا يفيد الحذر من التصميم على السيئات، والعزم عليها، وأن في ذلك خطر عظيم، نسأل الله العافية.

Berbeda halnya dengan orang yang hanya sempat berniat lalu mengurungkan niatnya. Orang seperti ini tidak benar-benar bertekad. Ia hanya berniat, lalu mengurungkannya. Maka tidak ada dosa atasnya. Atau, jika ia meninggalkannya karena mengharap ridha Allah, maka baginya satu pahala.

Adapun orang yang berniat, bertekad, dan bersungguh-sungguh untuk melakukan maksiat seperti yang dilakukan oleh si Fulan, namun ia dikalahkan oleh lawannya dalam pembunuhan, atau ia bertekad dan bersungguh-sungguh namun tidak diberi rezeki harta, ia tidak mampu, padahal ia bersungguh-sungguh untuk melakukan maksiat tersebut, maka ia berdosa. Hal ini menunjukkan waspada dari tekad kuat untuk melakukan maksiat dan niat untuk melakukannya, karena di dalamnya terdapat bahaya besar. Nasalullah al-’afiyah

(Fatawa Jami’ Al Kabir, 4/866).

Dari penjelasan Syaikh, kita bisa simpulkan bahwa orang yang berniat melalukan maksiat lalu tidak jadi melakukannya ada tiga keadaan:

  1. Orang yang berniat melalukan maksiat lalu tidak jadi melakukannya karena ada halangan, namun ia tetap bertekad kuat untuk melakukannya, maka tetap dicatat dosa baginya sebagaimana orang yang melakukan maksiat tersebut.
  2. Orang yang berniat melalukan maksiat lalu tidak jadi melakukannya karena ada halangan, kemudian ia mengurungkan niatnya, maka tidak dicatat dosa baginya.
  3. Orang yang berniat melalukan maksiat lalu tidak jadi melakukannya karena takut kepada Allah, maka ia mendapatkan pahala.

Dengan demikian, tidak ada kontradiksi di antara ketiga hadits di atas, walhamdulillah.

Wallahu a’lam.

Fawaid Kangaswad | https://lynk.id/kangaswad

Umroh Keluarga Bahagia Di Awal Ramadhan Bersama Ustadz Yulian Purnama

Program “Umroh Keluarga Bahagia” adalah program umroh yang dirancang untuk jamaah yang berumrah bersama keluarga beserta anak-anaknya. Kami siapkan acara-acara menarik selama perjalanan di tanah suci.Hotel sangat dekat dengan Masjid al-Haram dan Masjid Nabawi, free kereta cepat Madinah-Makkah, bersama Batik Travel di bulan Februari 2026. Dibimbing oleh Ustadz Yulian Purnama –hafizhahullah

Paket 9 Hari, berangkat: 16 Februari 2026

📲 Tanya-tanya dulu juga boleh! 

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Fawaid Kangaswad adalah platform dakwah sunnah melalui website fawaidkangaswad.id dan beberapa kanal di media sosial seperti whatsapp, telegram, instagram dan twitter.

Fawaid Kangaswad juga mengelola Ma’had Fawaid Kangaswad, yaitu program belajar Islam berbasis kitab kuning karya para ulama Ahlussunnah, melalui media grup Whatsapp.

Fawaid Kangaswad juga menyebarkan buku-buku serta e-book bermanfaat secara gratis.

Dukung operasional kami melalui:

https://trakteer.id/kangaswad
(transfer bank, QRIS, OVO, Gopay, ShopeePay, Dana, LinkAja, dll)

Atau melalui:

Bank Mandiri 1370023156371 a/n Yulian Purnama

Semoga menjadi pahala jariyah.

Trending