Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhuma:
نِمْتُ عِنْدَ مَيْمُونَةَ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَهَا تِلْكَ اللَّيْلَةَ فَتَوَضَّأَ، ثُمَّ قَامَ يُصَلِّي، فَقُمْتُ عَلَى يَسَارِهِ، فَأَخَذَنِي، فَجَعَلَنِي عَنْ يَمِينِهِ، فَصَلَّى ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً، ثُمَّ نَامَ حَتَّى نَفَخَ، وَكَانَ إِذَا نَامَ نَفَخَ، ثُمَّ أَتَاهُ المُؤَذِّنُ، فَخَرَجَ، فَصَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأْ
“Aku menginap di rumah Maimunah, dan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga menginap di situ pada malam itu. Lalu beliau berwudhu, kemudian bangun untuk shalat. Aku pun shalat di sebelah kiri beliau, maka beliau memegangku dan memindahkanku ke sebelah kanannya. Lalu beliau shalat sebanyak 13 rakaat, kemudian tidur hingga nafakha (terdengar suara napasnya). Dan memang biasanya jika beliau tidur, beliau nafakha (mengeluarkan suara napas). Setelah itu, muadzin datang menemuinya, lalu beliau keluar dan melaksanakan shalat tanpa berwudhu lagi” (HR. al-Bukhari no.698, Muslim no.763).
Al Mubarakfuri rahimahullah menjelaskan makna “nafakha” :
أي تنفس بصوت ، حتى يسمع منه صوت النفخ بالفم ، كما يسمع من النائم
“Maksudnya, bernafas dengan mengeluarkan suara, sehingga terdengar suara tiupan nafasnya melalui mulut, sebagaimana yang biasa kita dengar dari orang yang tidur” (Mir’atul Mafatih, 4/174).
Dalam hadits yang lain, dari Aisyah radhiallahu’anha:
أَرِقَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ذَاتَ لَيْلَةٍ، فَقَالَ: لَيْتَ رَجُلًا صَالِحًا مِنْ أَصْحَابِي يَحْرُسُنِي اللَّيْلَةَ ، قَالَتْ وَسَمِعْنَا صَوْتَ السِّلَاحِ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ هَذَا؟ قَالَ سَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ: يَا رَسُولَ اللهِ جِئْتُ أَحْرُسُكَ. قَالَتْ عَائِشَةُ: فَنَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى سَمِعْتُ غَطِيطَهُ
“Suatu malam, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengalami sulit tidur. Lalu beliau bersabda: ‘Andai saja ada seorang laki-laki shalih dari sahabatku yang menjagaku malam ini’. Aisyah berkata: Kami pun mendengar suara senjata, maka Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam bertanya: ‘Siapa itu?’. Dia menjawab: ‘Aku Sa’ad bin Abi Waqqash, wahai Rasulullah. Aku datang untuk menjagamu.’ Aisyah berkata: Maka Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam pun tertidur hingga aku mendengar suara ghathith-nya (dengkurannya)” (HR. al-Bukhari no.7231, Muslim no.2410).
Al Khathabi rahimahullah mengatakan:
الغطيط: صوت يسمع من تردد النفس، كهيئة صوت المخنوق، ومنه غطيط البَكْر
Al-ghathith artinya suara yang terdengar dari keluar-masuknya napas, menyerupai suara orang yang tercekik. Di antara bentuknya penggunaannya adalah ghathith al-bakr (suara unta muda)” (Syarah Shahih Al-Bukhari, 1/479).
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun mendengkur ketika tidur.
Dan boleh kita mengatakan bahwa beliau mendengkur ketika tidur karena definisi “mendengkur” dalam bahasa Indonesia sebagaimana dalam KBBI :
dengkur: 1) tiruan bunyi napas yang kuat dari orang tidur; keruh; 2) napas yang berbunyi keras pada waktu tidur atau pada waktu kesadaran menurun; keruh;
Definisi ini sesuai dengan makna dari nafakha atau ghathith yang ada dalam hadits.
Namun mendengkur yang Nabi lakukan adalah mendengkur yang suaranya keluar dari mulut, bukan dari hidung, sehingga halus dan tidak mengganggu orang lain.
Oleh karena itu Al Mulla Ali Al-Qari membantah pernyataan Ibnu Hajar Al Haitami bahwa mendengkur Nabi adalah dengan suara yang keluar dari hidung. Al Al-Qari berkata:
“[Kemudian beliau berbaring dan tidur hingga mendengkur], yaitu: bernapas dengan suara keras hingga terdengar suara napasnya dari mulut, seperti suara yang terdengar dari orang yang tidur. Ibnu Hajar Al-Haitami berkata: Beliau mendengkur dari hidungnya, dan oleh karena itu dalam riwayat lain disebutkan dengan kata “al-ghathith”, yaitu suara hidung yang disebut “al-khathith” dengan huruf “kha” yang difathahkan, yaitu suara yang panjang. Dikatakan juga bahwa keduanya memiliki arti yang sama, yaitu suara yang terdengar dari pernapasan yang berulang-ulang, atau suara yang keluar saat kepala bergerak [sampai sini perkataan Ibnu Hajar Al-Haitami].
Namun kami (yaitu Ali Al Qari) tidak menemukan satu pun dalam kitab-kitab bahasa Arab yang menunjukkan bahwa ghathith itu adalah suara yang keluar dari hidung. Dalam kitab “Al-Nihayah” disebutkan: “Al-ghathith” adalah suara yang keluar bersamaan dengan napas orang yang tidur, yaitu pernapasan yang berulang-ulang ketika tidak menemukan jalan keluar. Dan dikatakan: “Al-khathith” mirip dengan “al-ghathith”, yaitu suara orang yang tidur. Dalam kitab “Al-Qamus” disebutkan: “Orang yang tidur mendengkur dengan suara “ghathith”, yaitu: nafasnya bersuara. Wallahu a’lam” (Mirqatul Mafatih, 3/904).
‘Ala kulli hal, tidak boleh kita mencela orang yang mendengkur ketika tidur. Karena Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam pun mendengkur. Dan karena orang yang tidur itu jiwanya di tangan Allah sehingga ia tidak bisa memilih untuk mendengkur atau tidak. Ia pun tidak bisa memilih untuk mendengkur keras atau pelan. Allah ta’ala berfirman:
“ٱللَّهُ يَتَوَفَّى ٱلْأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَٱلَّتِى لَمْ تَمُتْ فِى مَنَامِهَا ۖ فَيُمْسِكُ ٱلَّتِى قَضَىٰ عَلَيْهَا ٱلْمَوْتَ وَيُرْسِلُ ٱلْأُخْرَىٰٓ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ”
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.” (QS. Az-Zumar: 42).
Wallahu a’lam.
Fawaid Kangaswad






Leave a comment