Dari Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu’anhuma, ia berkata:

أُمرتُ أنْ أَسجُدَ على سَبعةِ أَعظُمٍ: الجبهةِ، وأشارَ بيدِه على أنفِه، واليديْن، والرِّجليْن، وأَطرافِ القَدَميْنِ, ولا نَكْفِتَ الثيابَ ولا الشَّعرَ

“Aku diperintahkan oleh Nabi untuk bersujud di atas tujuh anggota sujud: dahi (dan beliau memberi isyarat dengan tangannya ke hidung), kedua tangan, kedua lutut, dan ujung-ujung jari kedua kaki. Dan kami diperintahkan agar tidak menahan pakaian dan tidak pula menahan rambut” (HR. al-Bukhari no.809, Muslim no.490).

Perkataan “kami diperintahkan agar tidak menahan pakaian” adalah dalil larangan menggulung atau melipat lengan baju ketika shalat. Ulama sepakat perbuatan seperti ini hukumnya makruh, tidak sampai haram, dan tidak sampai membatalkan shalat.

Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan:

اتَّفق العلماء على النَّهي عن الصَّلاة وثوبه مشمَّر أو كمُّه، أو نحوُه، أو رأسه معقوصٌ، أو مردودٌ شعره تحتَ عمامته، أو نحو ذلك، فكل هذا منهيٌّ عنه باتِّفاق العلماء، وهو كراهة تنزيه؛ فلو صلَّى كذلك فقد أساء وصحَّت صلاتُه، واحتجَّ في ذلك أبو جعفر محمد بن جرير الطبريُّ بإجماع العلماء

“Para ulama telah sepakat tentang larangan melaksanakan shalat dalam keadaan pakaiannya disingsingkan, atau lengan bajunya digulung, atau yang semisalnya. Demikian juga dalam keadaan kepalanya diikat, atau rambutnya dimasukkan ke bawah sorbannya, atau yang semisal itu.

Semua hal tersebut dilarang berdasarkan kesepakatan para ulama. Dan larangan ini bersifat makruh tanzih (tidak sampai haram). Maka jika seseorang tetap shalat dalam keadaan demikian, ia telah berbuat kurang baik, namun shalatnya tetap sah. Dalam hal ini, Abu Ja‘far Muhammad bin Jarir ath-Thabari berhujjah dengan ijma ulama” (Syarah Shahih Muslim, 4/209).

Namun ulama berbeda pendapat apakah larangan ini berlaku bagi yang orang mengkhususkan menyingsingkan lengan baju ketika hendak shalat ataukah berlaku secara umum.

Ulama Malikiyah mengatakan jika sebelum shalat seseorang sudah menyingsingkan atau menggulung lengan baju untuk suatu keperluan, maka ketika hendak shalat, ia tidak dituntut untuk melepaskan gulungan tersebut. Pendapat ini juga didukung oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah. Beliau mengatakan:

إن تشمير الثوب إذا لم يكن في الصلاة فلا بأس، يعني لو فعله لعمل قبل فجاء يصلي فإنا لا نأمره بأن ينزل الثوب، لا حرج أن يصلي وهو قد شمر ثوبه … وأما إذا كفه للصلاة فإن هذا لا ينبغي

“Menyingsingkan pakaian apabila bukan dilakukan di dalam shalat, maka tidak mengapa. Maksudnya, jika seseorang menyingsingkan lengan bajunya untuk suatu pekerjaan, kemudian waktu shalat tiba, lalu ia pun shalat. Maka kami tidak memerintahkannya untuk menurunkan kembali pakaiannya. Tidak mengapa ia salat dalam keadaan pakaiannya sudah tersingsing … Namun jika ia menggulung lengan bajunya secara khusus untuk shalat, maka hal ini tidak sepantasnya dilakukan” (Syarah Shahih al-Bukhari, Kitabush Shalah, rekaman no. 02a).

Namun pendapat jumhur (mayoritas) ulama adalah memakruhkannya secara mutlak. Dan tetap memerintahkan untuk melepaskan gulungan dan menurunkannya ketika hendak shalat. Inilah pendapat yang lebih kuat dan lebih hati-hati, sesuai dengan zahir dari hadits Ibnu ‘Abbas di atas.

Al-‘Allamah al-Buhuti rahimahullah mengatakan:

يكره أن يشمر ثيابه ، وذكر بعض العلماء حكمة النهي : أن الشعر ونحوه يسجد معه ( و ) يكره ( تشمير كمه ) قاله في ” الرعاية ” لما تقدم ( ولو فعلهما ) أي عقص الشعر وكف الثوب ونحوه ( لعمل قبل صلاته ) فيكره له إبقاؤهما كذلك ، لما سبق ، ولحديث ابن عباس

“Dimakruhkan seseorang menyingsingkan pakaiannya. Sebagian ulama menyebutkan hikmah larangan tersebut, yaitu bahwa rambut dan semisalnya ikut bersujud bersamanya. Dan (juga) dimakruhkan menggulung lengan bajunya, sebagaimana disebutkan dalam kitab ar-Ri‘ayah, berdasarkan penjelasan yang telah lalu. Meskipun ia melakukan kedua hal tersebut karena suatu pekerjaan sebelum shalat, maka tetap dimakruhkan baginya untuk membiarkannya dalam keadaan tersingsing atau tergulung. Berdasarkan penjelasan yang telah disebutkan sebelumnya dan berdasarkan hadits Ibnu Abbas” (Kasyyaf al-Qina, 1/373).

Wallahu a’lam.

Fawaid Kangaswad | Support Ma’had Online: trakteer.com/kangaswad/gift

Umroh Keluarga Bahagia Di Awal Ramadhan Bersama Ustadz Yulian Purnama

Program “Umroh Keluarga Bahagia” adalah program umroh yang dirancang untuk jamaah yang berumrah bersama keluarga beserta anak-anaknya. Kami siapkan acara-acara menarik selama perjalanan di tanah suci.Hotel sangat dekat dengan Masjid al-Haram dan Masjid Nabawi, free kereta cepat Madinah-Makkah, bersama Batik Travel di bulan Februari 2026. Dibimbing oleh Ustadz Yulian Purnama –hafizhahullah

Paket 9 Hari, berangkat: 16 Februari 2026

📲 Tanya-tanya dulu juga boleh! 

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Fawaid Kangaswad adalah platform dakwah sunnah melalui website fawaidkangaswad.id dan beberapa kanal di media sosial seperti whatsapp, telegram, instagram dan twitter.

Fawaid Kangaswad juga mengelola Ma’had Fawaid Kangaswad, yaitu program belajar Islam berbasis kitab kuning karya para ulama Ahlussunnah, melalui media grup Whatsapp.

Fawaid Kangaswad juga menyebarkan buku-buku serta e-book bermanfaat secara gratis.

Dukung operasional kami melalui:

https://trakteer.id/kangaswad
(transfer bank, QRIS, OVO, Gopay, ShopeePay, Dana, LinkAja, dll)

Atau melalui:

Bank Mandiri 1370023156371 a/n Yulian Purnama

Semoga menjadi pahala jariyah.

Trending