Syaikh Muhammad bin Muhammad Al Mukhtar Asy Syanqithi hafizhahullah, ketika membahas wajibnya nafkah bagi istri, beliau mengatakan:

Hak kedua yang diwajibkan Allah untuk diberikan para istri adalah hak nafkah. Hak nafkah ini diwajibkan dalam Al Kitab, As Sunnah dan Ijma’. Allah Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya:

لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلاَّ مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْراً .

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan” (QS. Ath Thalaq: 7).

Wajib menafkahi jika suami adalah orang kaya, sesuai dengan apa yang Allah karuniakan baginya. Jika suami miskin, maka semampunya sesuai dengan apa yang Allah berikan padanya dalam kondisi miskin tersebut. Para ulama menyatakan, dalam ayat yang mulia ini, ada 2 perkara penting:

  1. Wajibnya nafkah, yaitu dalam kalimat  لِيُنفِقْ. Sehingga memberi nafkah pada istri hukumnya wajib.
  2. Nafkah dikaitkan dengan keadaan si suami.  Jika suami adalah orang kaya, sesuai dengan apa yang Allah karuniakan baginya dari kekayaannya. Jika suami miskin, maka semampunya sesuai dengan apa yang Allah berikan padanya dalam kondisi miskin tersebut. Hal ini tersurat dalam kalimat :

    وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ

    Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya

Kemudian beliau membawakan dalil-dalil lain mengenai wajibnya nafkah dan membahas jenis-jenis nafkah yang wajib diberikan kepada istri. Ketika membahas mengenai nafkah tempat tinggal, Syaikh Muhammad Asy Syanqithi menjelaskan:

Wajib bagi suami untuk menyediakan tempat tinggal bagi istrinya. Tempat tinggal ini tentunya yang ma’ruf (baik). Jika si suami adalah orang kaya, maka hendaknya ia menyediakan tempat tinggal yang memadai. Namun jika si suami faqir, maka hendaknya ia menyediakan tempat tinggal sesuai kemampuannya. Tidak mengapa tempat tinggal yang disediakan itu milik sendiri ataupun menyewa atau rumah di daerah perbatasan atau semacamnya, jika memang kondisinya susah, sebagaimana disebutkan oleh para ulama.

Namun jika tempat tinggal yang disediakan tersebut itu di daerah perbatasan, atau di tempat tinggal yang digunakan tanpa membayar (misalnya kolong jembatan, pent.) atau rumah yang sangat murah, maka ini merupakan tempat yang membahayakan dan memberi gangguan bagi si istri. Sehingga dituntut secara syar’i untuk pindah dari situ dan wajib bagi si suami untuk menyediakan tempat tinggal yang layak bagi istrinya.

Mengenai hukum bagi suami menyediakan tempat tinggal, ini diperselisihkan oleh para ulama. Pendapat pertama mengatakan suami wajib menyediakan tempat tinggal sesuai kemampuan si suami, baik ia kaya maupun miskin. Pendapat kedua, wajib menyediakan tempat tinggal sesuai keadaan si istri. Jika seorang suami menikahi seorang wanita, maka ia wajib memberikan tempat tinggal pada istri, tidak boleh diberi tempat tinggalnya orang faqir dan miskin. Karena ini memberikan gangguan dan bahaya bagi si istri. Jadi pendapat pertama dan kedua berkebalikan.

Yang nampak lebih tepat bagiku, wal ‘ilmu ‘indallah, perkara ini dikaitkan dengan keadaan si suami (bukan si istri). Karena Allah Ta’ala mengaitkan masalah nafkah pada suami. Pendapat yang menyatakan bahwa masalah ini dikaitkan dengan keadaan si istri mereka berdalil dengan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

خذي من ماله ما يكفيك وولدك بالمعروف

ambilah harta suamimu yang mencukupi kebutuhan primermu dan anakmu dengan ma’ruf

maka dimaknai bahwa patokan cukup atau tidak itu dikembalikan pada keadaan si istri. Namun yang shahih adalah pendapat yang pertama. Adapun sabda Nabi “ambilah harta suamimu yang mencukupi kebutuhan primermu dan anakmu” itu jika dalam kondisi suami pelit (tidak menafkahi) bukan dalam kondisi asal yang berlaku umum sehingga dipaksa untuk mengeluarkan nafkah. Dengan demikian, suami hendaknya menyediakan tempat tinggal sesuai kemampuan hartanya namun yang tidak memberikan gangguan dan bahaya pada istrinya dengan terlalu sempitnya tempat tinggal. Juga tempat tinggal yang tidak memberi bahaya dan gangguan bagi si istri ketika sudah ditinggali dan juga setelah memanfaatkannya.

Bahkan para ulama mengatakan, wajib memberi tempat tinggal yang manusiawi yang sesuai dengan keadaan si suami baik ia kaya maupun miskin, sebagaimana telah saya jelaskan. Dengan demikian, jika suami memberi istri tempat tinggal yang sempit, padahal ia sanggup memberi yang luas, maka qadhi dapat memaksanya dan mengeluarkan fatwa untuknya. Perbuatan ini adalah perbuatan zhalim dan qadhi dapat mewajibkan ia untuk pindah ke tempat yang luas.

Diringkas dari: http://shankeety.net/Alfajr01Beta/index.php?module=Publisher&section=Topics&action=ViewTopic&topicId=346

Umroh Keluarga Bahagia Di Awal Ramadhan Bersama Ustadz Yulian Purnama

Program “Umroh Keluarga Bahagia” adalah program umroh yang dirancang untuk jamaah yang berumrah bersama keluarga beserta anak-anaknya. Kami siapkan acara-acara menarik selama perjalanan di tanah suci.Hotel sangat dekat dengan Masjid al-Haram dan Masjid Nabawi, free kereta cepat Madinah-Makkah, bersama Batik Travel di bulan Februari 2026. Dibimbing oleh Ustadz Yulian Purnama –hafizhahullah

Paket 9 Hari, berangkat: 16 Februari 2026

📲 Tanya-tanya dulu juga boleh! 

11 responses to “Wajibkah Suami Membelikan Rumah?”

  1. […] artikel sebelumnya, sudah dijelaskan bahwa yang diwajibkan bagi seorang suami adalah memberi nafkah dalam bentuk […]

  2. bagaimana jika masih tinggal di rumah milik orang tua…?

    1. Tidak masalah, tapi yang baik hidup mandiri

  3. Dari awal pernikahan, saya dan suami tinggal bersama dengan orang tua dari suami (mertua). Untuk makan sehari-hari kami juga ikut mertua. Gaji suami digunakan untuk membayar cicilan rumah dan mobil, dan ada sisa sedikit digunakan untuk biaya operasionalnya sehari-hari. Spaya sendiri sebenarnya bekerja dan mempunyai gaji, namun sudah dipotong hutang untuk DP rumah dan mobil. Dengan kondisi seperti itu, apakah suami tetap wajib memberikan nafkah berupa uang kepada saya padahal gajinya sudah digunakan untuk membayar cicilan rumah dan mobil?
    Trimakasih

    1. Nafkah kepada istri itu wajib, punya rumah dan punya mobil itu tidak wajib.

  4. ummu abdurrahman Avatar
    ummu abdurrahman

    kalau ada simpanan uang,membeli rumah itu harusnya atas nama istri atau suami?

    1. Kalau istri mau menghibahkan uangnya untuk suami, itu baik. Jadi suami membeli rumah atas nama suami, sehingga beban nafkah bagi suami sudah terlepas. Namun jika dihibahkan, rumah tersebut nanti statusnya milik suami.

      Kalau tidak dihibahkan juga tidak mengapa, rumah atas nama istri dan statusnya milik istri.

  5. […] artikel sebelumnya, sudah dijelaskan bahwa yang diwajibkan bagi seorang suami adalah memberi nafkah dalam bentuk […]

  6. […] Pada artikel sebelumnya, sudah dijelaskan bahwa yang diwajibkan bagi seorang suami adalah memberi nafkah dalam bentuk menyediakan tempat tinggal, tidak harus membeli. Bisa jadi tempat tinggal itu milik sendiri dengan cara membeli, atau dari warisan, atau hibah atau semacamnya, atau bisa jadi juga dengan menyewa, mengontrak, atau bahkan sekedar rumah yang gratis dipakai, asalkan layak bagi istri dan anak-anaknya, itu sudah memenuhi kewajiban suami memberi nafkah berupa tempat tinggal. […]

  7. […] Pada artikel sebelumnya, sudah dijelaskan bahwa yang diwajibkan bagi seorang suami adalah memberi nafkah dalam bentuk menyediakan tempat tinggal, tidak harus membeli. Bisa jadi tempat tinggal itu milik sendiri dengan cara membeli, atau dari warisan, atau hibah atau semacamnya, atau bisa jadi juga dengan menyewa, mengontrak, atau bahkan sekedar rumah yang gratis dipakai, asalkan layak bagi istri dan anak-anaknya, itu sudah memenuhi kewajiban suami memberi nafkah berupa tempat tinggal. […]

Leave a reply to Kang Aswad Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Fawaid Kangaswad adalah platform dakwah sunnah melalui website fawaidkangaswad.id dan beberapa kanal di media sosial seperti whatsapp, telegram, instagram dan twitter.

Fawaid Kangaswad juga mengelola Ma’had Fawaid Kangaswad, yaitu program belajar Islam berbasis kitab kuning karya para ulama Ahlussunnah, melalui media grup Whatsapp.

Fawaid Kangaswad juga menyebarkan buku-buku serta e-book bermanfaat secara gratis.

Dukung operasional kami melalui:

https://trakteer.id/kangaswad
(transfer bank, QRIS, OVO, Gopay, ShopeePay, Dana, LinkAja, dll)

Atau melalui:

Bank Mandiri 1370023156371 a/n Yulian Purnama

Semoga menjadi pahala jariyah.

Trending